random

Ia Tidak Ingin Dicap Keturunan DI/TII

Judul buku: Serat Cantigi
Penulis: E. Rokajat Asura
Penerbit: Mojok

Segala prasangka buruk yang disematkan pada orang tua, kalau dilanjutkan pada anak-anaknya, terasa sangat tidak adil. Tidak semua buah jatuh di dekat pohonnya. Buah rumput laut, setelah terlepas dari pohonnya, diombang-ambing ombak hingga ke tepian pantai, atau bahkan malah ke laut dalam. Selama perjalanan di punggung ombak itu, ia digulung, diterjang, juga dihempas. Kisah hidup si buah akan banyak berbeda dengan induknya.

Takdir Ujang ternyata tak seperti buah rumput laut. Ia bagai buah petai cina yang ketika mengering dan siap jatuh, angin sedang istirahat. Ia pun jatuh serupa apel yang mengenai kepala Newton: lurus menancap ke tanah. Tidak terbawa angin. Terpaksa ia mesti tumbuh di bawah bayang-bayang prasangka gelap yang selama ini melingkupi kehidupan bapaknya: dicap simpatisan DI/TII.

Tidak cukup hanya digelapi bayang-bayang, buah petai cina itu diserobot mulut kambing. Setelah dikunyah, lalu mendekam di lambung, diperas di usus, ampasnya kemudian melompat keluar dari bokong kambing dalam bentuk tahi. Dan tahi selamanya hanya akan melihat orang meludah ketika berjumpa dirinya.

Ujang tidak mau dianggap tahi. Apalagi penganggapan orang itu bukan karena sesuatu yang ia lakukan. Hanya karena pertalian darah. Kenapa dalam urusan tahi orang masih terjebak tuntunan darah? Cukuplah urusan aliran darah menjadi senjata dalam pembagian warisan saja.

Baca juga: KAMU Bikin Aku Terhibur

Ujang rasa-rasanya tidak terlalu peduli apakah yang dilakukan kelompok DI/TII pada masanya adalah tindakan yang salah atau tidak. Ia toh juga tidak bisa memastikan apa sih yang dilakukan Soekarno waktu itu sehingga menimbulkan gelumbang kekecewaan sedemikian besar. Yang jelas, dari posisinya kini ia bisa merasakan, bahwa perselisihan ego, hasrat, cita-cita, dan tentunya kehendak berkuasa, kalau tidak diselesaikan dengan hati jadinya ya akan meninggalkan bangkai pertengkaran. Bau busuknya tinggal menunggu waktu. Juara perselisihan boleh saja menutupi bau bangkai dengan ilusi cita-cita bersama. Tapi bangkai semakin lama busuknya makin menjadi-jadi.

Entahlah, Ujang puas atau tidak dengan informasi yang ia kumpulkan untuk membuktikan bapaknya bukan bagian DI/TII. Hendaknya Ujang memang jangan cepat puas. Peristiwa yang abu-abu membutuhkan proses yang lama, berlapis-lapis, dan pikiran yang bijak untuk memahaminya. Pada akhirnya itu bukanlah pencarian mana yang benar dan yang salah. Hari depan akan lebih cerah jika Ujang sudah bisa menatap masa lalu dengan kaca mata yang bijak.

Membaca kisah Ujang sebetulnya tidak selalu menyenangkan. Ada banyak bagian yang bikin bosan. Itu karena konfliknya, cara berceritanya, dan desain percapakannya yang tidak spesial. Biasa-biasa saja. Kayak kurang garam gitulah. Bahkan ada percakapan yang bikin minat membaca berkurang. Misalnya ketika bapak Ujang menceritakan masa lalunya.

Dandy IM
The Tapak
Ia Tidak Ingin Dicap Keturunan DI/TII Reviewed by Dandy Idwal on April 08, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.