random

Pada Dasarnya Kita Ingin Yang Tertindas Bangkit

Ingin AS Roma bangkit
Sumber: UEFA
Mohamed Salah benar-benar menjadi Firaun bagi AS Roma hari ini. Bukan hanya karena ia menindas AS Roma dengan mencetak 2 gol dan 2 assist yang membuat Daniele De Rossi langsung pucat, tapi karena cara selebrasinya. Anda pikir dengan ia merayakan kedua golnya dengan hanya mengangkat kedua telapak tangan sejajar kuping adalah bentuk respek kepada Roma? Anda salah besar. Mo Salah justru melakukan itu untuk menunjukkan kepada bangsa Roma bahwa cukup dengan gaya takbir semacam itu ia kukuh sebagai yang maha besar. Tidak perlu gaya alay Avengers macam Ronaldo atau cacing kepanasan a la Sturridge. Cukup mengangkat kedua tangan.

Saya termasuk orang yang mendukung Liverpool untuk malam ini saja. Alasan pertamanya, saya kasihan kepada penduduk Anfield yang sampai-sampai ingin menggadaikan agamanya demi merasakan nikmatnya kemenangan. Untung saja para pribumi Anfield jauh dari manusia yang suka mengurusi penistaan agama.

Alasan kedua, saya ingin menghina sepuas-puasnya teman departemen saya di Teknik Sipil UGM. Namanya Fadlol. Panggilannya LOL. Dia pendukung Manchester United (MU). Ini bukan karena MU begitu penting sehingga harus selalu masuk dalam bahasan meskipun bukan mereka yang main. Ya ini hanya karena MU memang layak dihina. Apalagi sekarang klub semenjana itu dilatih oleh si bangsat dari Setubal. Makin gampang saja berkata kasar.

Saat Sadio Mané mencetak gol yang ketiga, energi saya untuk menghina Fadlol sudah berkurang setengah. Saya tidak terlalu menaruh minat untuk memuji klub yang menang dengan sangat gampang, apalagi menghina klub yang kalah dengan mudah. Itu sama saja mencaci koruptor yang sudah kena vonis. Lagi pula, Fadlol nggak jadi nonton. Dia memilih tidur agar badan dan pikirannya siap menghadapi kuis mata kuliah Pelabuhan esok pagi pukul tujuh. Padahal saya saja pernah tidak ikut ujian Mekanika Tanah II akibat menonton Jerman versus Republik Ceko dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2018. Bukan maksud untuk membanding-bandingkan. Hanya ingin menunjukkan si Fadlol ini telah tersesat menjadi pengikut setan merah biadab yang membuat mentalnya serapuh keripik Mbak Jajan (pemberi asupan gizi aktivis nggak niat di B21).

Mari lupakan saja si Fadlol. Doakan saja kuis pelabuhannya lancar.

Suasana saya menonton Liverpool versus AS Roma ini terasa asik karena kehadiran para perantau dari Minangkabau. Mereka mendominasi obrolan di tempat saya menonton. Tentu saja yang diperbincangkan soal-soal sepakbola. Namun, 80 persen isinya hoax. Sebut saja ucapan salah satu dari mereka yang bilang bahwa Edin Dzeko bermain untuk tim nasional Polandia. Yang satunya lagi menyayangkan kenapa Klopp tidak memainkan Coutinho. Teman mereka satunya lagi bahkan ngata-ngatain wasit kenapa menghukum offside Mané padahal ia sedang dalam posisi menghadap gawangnya sendiri. Menurut dia, seorang pemain baru bisa dikatakan offside apabila saat bola diumpankan ke arahnya, ia sedang menghadap gawang lawan.

Suasana semacam ini tidak membuat saya kesal. Justru saya malah teringat suasana nonton bola di rumah. Di sana, obrolan saat nonton bola bahkan 95 persen hoax. Diberitahupun akan percuma. Mereka akan lebih ngotot sampai lehernya berotot. Cara terbaik menghadapi situasi semacam ini adalah menikmati kebohongan-kebohongan yang ada.

Namun, penonton model begini kerap memberikan pertunjukan yang tak terduga. Ketika Edin Dzeko bikin gol, mereka berhenti ngobrol. Suara-suara mereka beralih tertuju ke televisi. Mereka kompak berharap Roma mencetak lebih banyak gol lagi. Padahal, di babak pertama, mereka juga kompak mengelu-elukan Liverpool. Fenomena ini memang membingungkan.

Entah mengapa saat tangan James Milner tersentuh bola, saya juga jadi girang. Anak-anak Minangkabau itu lebih girang lagi. Mulut mereka mengaco-belo yang intinya ingin Perotti mendaratkan si kulit bundar di jala gawang. Tentu dapat ditebak apa yang terjadi saat Perotti berhasil melakukannya.

Mereka kemudian saling bertanya satu sama lain apakah selama pertandingan berlangsung banyak penundaan permainan. Mereka berharap injury time diberikan maksimal. Salah satu dari mereka bahkan berani bertaruh. Apabila injury time-nya 5 menit, AS Roma pasti mencetak satu gol lagi. Sayang itu hanya 4 menit.

Selama perjalanan pulang ke Bantul, saya memikirkan sesuatu. Mungkin pada dasarnya kita suka membela yang tertindas dan ingin mereka bangkit. Mari kita tunggu drama di Roma.


Dandy IM
TapakIN
Pada Dasarnya Kita Ingin Yang Tertindas Bangkit Reviewed by Dandy Idwal on April 25, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.