random

Bagaimana Dendam Diceritakan Dalam Raden Mandasia

Dendam tidak enak. Apalagi kau tidak berdaya mewujudkannya. Sering kali mungkin kau hanya bisa mengelus-elus dadamu. Sesekali kepalamu pusing. Kau lebih memilih menyakiti diri sendiri dan berharap dendammu tuntas. Namun esok, lusa, dan hari-hari berikutnya, dendam itu tak tanggal juga. Gumpalan setan itu seperti sudah melekat di dada. Kau tetap ingin menikam ulu hati orang itu.

Apa yang akan kau lakukan bila ibumu diperkosa dulu lalu hamil lalu melahirkan dirimu? Kalau aku yang harus menjawab, akan kupotong pelir pemerkosa itu dan aku berikan pada biawak. Bila perlu, biawak itu sendiri yang akan aku arahkan menggigit selang di selangkangan makhluk terkutuk itu. Aku pasti dendam sedendam-dendamnya.

Aku benci pemerkosa. Aku sayang ibu – rasa yang seharusnya dimiliki setiap anak. Dua modal ini saja seharusnya membuat rencanaku enteng dilakukan tanpa memikirkan perkara yang membuntutinya.

Tetapi bagaimana jika pemerkosa itu adalah penguasa negeri yang ketika orang mendengar namanya saja langsung bergidik. Keputusan nekat belaka yang akan membawamu tetap pergi menjalankan rencana. Kau bisa dengan mudah bertindak licik: pura-pura berteman dengan anak si pemerkosa dengan harapan bisa mendekat dengan mudah ke target lalu menikamnya. Meski kemudian hari kau benar-benar suka pada teman barumu, itu soal lain.

Yusi Avianto Pareanom sungguh paham bagaimana memasuki lalu menceritakan pengalaman manusia yang menumbuhkan dendam. Ia menuturkan kejadian-kejadian itu dengan kalimat deskriptif yang lugas tapi renyah. Sehingga, pembaca terpaksa harus menerka-nerka sendiri gejolak yang sedang terjadi di gumpalan daging si tokoh – sesuatu yang mengasikkan.

Sejak membaca kumpulan cerpennya Muslihat Musang Emas, aku sudah tahu bahwa ia menulis secara berbeda. Yusi tidak bertele-tele dan terjebak pada senandung suasana yang tidak perlu. Seperti harus menjelaskan bahwa hari itu mendung, diiringi gerimis mengalir di kaca jendela, angin bertiup sepoi-sepoi membelai selang lehermu, lalu si tokoh termenung melihat gorden berliuk-liuk. Bumbu cerita yang lama-lama rasanya menjijikkan bagai tahi kucing.

Yusi memang menggunakan teknik itu di Raden Mandasia si Pencuri Daging Sapi. Aku sempat kecewa karenanya. Tetapi untung saja ia tidak menggunakannya secara berlebihan. Mungkin untuk ukuran novel, teknik semacam itu tetap perlu dilakukan. Meskipun sebetulnya Yusi berhasil tidak membuat pembacanya muak dengan keputusan itu.

Yusi sempat bilang pada sebuah media bahwa ide-ide ceritanya muncul dari pengamatannya sehari-hari dan bacaan. Saya lebih cenderung menduga, pemaknaan Yusi terhadap dendam berasal dari pengalamannya sendiri. Walaupun bisa saja itu ia dapatkan dari bahan bacaannya yang banyaknya bikin ampun. Malah mungkin berasal dari keduanya. Pastinya, aku hanya bisa menduga-duga. Toh, aku hanyalah pembaca.

Aku bisa percaya diri begitu, karena aku berhenti lama ketika sudah membaca tiga perempat novel dan bertemu kalimat ini: aku sangat paham apa itu dendam. Kalimat itu keluar dari mulut remaja yang lahir dari perempuan yang diperkosa – seperti yang kuceritakan tadi. Kala itu aku sedang membacanya di dalam bis yang melaju kencang di Jalan Solo-Sragen. Aku tidak bisa melanjutkan lagi membaca sampai beberapa saat. Setelah bis melewati Ngawi, barulah aku buka kembali novel itu dan lanjut membaca.

Aku juga pendendam – seperti remaja itu. Jadi tahu bagaimana tidak enaknya diceramahi agar tidak lagi melanjutkan dendam. Katanya biar tidak terjadi kekerasan yang berulang-ulang. Katanya itu resolusi konflik yang paling masuk akal. Saat di momen itu, kau akan berusaha menahan kepalan tanganmu agar tidak mendepak muka penceramah itu. Tahu apa dia soal kerak dendam yang aku bawa?

Sampai melihat sendiri akibat buruk dari dendam yang dilanjutkan, kau mungkin tak akan pernah sadar – meski orang terdekatmu sudah berkapuk bibirnya memberi nasihat. Remaja itu, sialnya, melihat hal buruk itu. Ia mesti bertarung dengan dirinya sendiri dan bersikap: melanjutkan dendam atau tidak.

Dandy IM
Tapak
Bagaimana Dendam Diceritakan Dalam Raden Mandasia Reviewed by Dandy Idwal on Januari 03, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.