random

Seorang Lelaki Penyuka Susu yang Ingin Pulang ke Pelukan Ibu

Oleh: Dandy IM

Judul asli             : Feng Ru Fei Tun
Judul terjemahan : Big Breast and Wide Hips
Penulis                 : Mo Yan
Penerjemah          : Rahmani Astuti
Penerbit               : Serambi Ilmu Semesta
Tahun terbit         : Maret 2011
Jumlah halaman  : 751
ISBN                   : 978-979-024-246-3

Bagaimana jika kita terpaksa harus menyaksikan kekerasan demi kekerasan? Sampai-sampai kita tak bisa menentukan lagi ke pihak mana harus bersimpati. Sebab semuanya menjadi begitu kejam. Segalanya jadi menyeramkan. Kita jadi tidak percaya lagi semua ideologi, adat-istiadat, hingga janji-janji kesejahteraan. Yang kita inginkan pada akhirnya semua orang menahan diri untuk tidak saling melukai, membenci, dan membunuh. Dan yang paling kita inginkan adalah kembali ke pangkuan ibu yang tak pernah menjadi bengis.

Kira-kira begitulah, kalau boleh saya menyimpulkan, yang dirasakan oleh Jintong, narator dalam novel Big Breasts and Wide Hips. Ia lahir dari seorang perempuan yang sejak kecil harus diikat kakinya agar tetap mungil. Ia mempunyai seorang nenek dari ayah, yang sangat membenci kakak-kakaknya hanya karena mereka seorang perempuan. Seorang nenek yang terlalu menaruh harapan besar padanya, karena ia lelaki, sehingga harus tumbuh menjadi seseorang yang tangguh – padahal ia tak setangguh itu. Ia mempunyai seorang ayah yang bukan ayah kandungnya. Ia mempunyai seorang ibu yang rela bercinta dengan lelaki lain demi untuk memenuhi keinginan mertuanya mendapatkan cucu lelaki – sebab suami sahnya mandul. Sampai anak kedepalan, ibunya masih melahirkan anak perempuan. Sehingga neneknya terus saja membanting barang-barang di rumah. Akhirnya, janinnya terbentuk setelah ibunya bercinta dengan lelaki Swedia – seorang pastur. Dan, sekali lagi, ia bukanlah anak lelaki seperti yang diharapkan neneknya. Ia tak sejantan itu.

Sampai umur 7 tahun, ia masih mengandalkan air susu ibunya untuk bertahan hidup. Ibunya pernah memaksanya memakan sebatang kue, tapi ia muntah. Pencernaannya tak mampu mengolah bahan makanan sekeras itu. Ia terus-terusan menghisap air susu ibunya hingga berdarah. Tentu saja, ia diolok-olok oleh teman-temannya di sekolah.

Mo Yan ingin merekam berbagai peristiwa yang dilalui oleh bangsa China, khususnya Gaomi Timur Laut, melalui keluarga besar Shangguan Jintong. Di sebuah negeri yang para lelakinya lebih berkuasa, menariknya, Mo Yan memilih seorang perempuan sebagai pusat cerita, yaitu Shangguan Lu, ibu Jintong. Shangguan Lu harus merawat kedelapan anak perempuannya dan seorang anak laki-lakinya yang sangat manja melewati situasi kota yang sangat cepat berubah. Kota itu mulai bergejolak ketika serdadu Jepang datang menyerbu. Di bagian itu Mo Yan menggambarkan kebiadaban para penjajah yang sudah buta kemanusiaan.

Tetapi pada akhirnya bagi ibu Jintong, dan Jintong sendiri, siapapun yang menang dalam pertempuran itu sama-sama menyusahkan. Apalagi perpecahan di pihak China yang saling berebut kekuasaan setelah Jepang pergi. Mereka, antara kaum Komunis dan Nasionalis, sama-sama jualan dan memaksakan kehendaknya masing-masing. Tetapi bagi Jintong dan ibunya, keduanya sama-sama meninggalkan luka. Keduanya sama-sama membunuh. Keduanya mengubur orang hidup-hidup. Bahkan keduanya membuat kakak-kakak perempuannya saling membenci karena masing-masing menikah dengan para pimpinan kedua kubu. Bagi Jintong dan ibunya, perang hanya membuat mereka menderita. Mereka tak mendapat apa-apa dari kemenangan perang.

Mo Yan mengisahkan perjalanan keluarga Jintong dengan sangat haru. Terutama ketika salah satu kakak Jintong menjual dirinya demi mendapatkan uang untuk memberi makan adik-adiknya. Ibu Jintong tak bisa berbuat apa-apa saat salah satu anaknya berbuat demikian. Perang telah menghanguskan segala yang mereka punya dan membuat mereka harus selalu berpindah tempat. Tetapi Mo Yan juga menghadirkan kisah-kisah lucu dan beberapa cerita dengan gaya realisme magis. Seperti saat ia bercerita tentang salah satu kakak Jintong yang menjadi peri burung sehingga hanya mau makan biji-bijian. Akhirnya peri itu meninggal setelah mencoba terbang dari puncak bukit tapi badannya meluncur deras menghantam tanah.

Di novel ini sepertinya Mo Yan – kalau tidak salah – ingin menyampaikan pesan bahwa sejarah yang dituturkan oleh seorang perempuan ternyata hadir dalam bentuknya yang berbeda. Bukan tentang gagah-gagahan. Tetapi tentang kehilangan.

Dandy IM // tapak.in
Seorang Lelaki Penyuka Susu yang Ingin Pulang ke Pelukan Ibu Reviewed by Dandy Idwal on Mei 01, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.