random

Lima Tahun Terusir dari Kampung Sendiri

Sumber: Madina Online
Sudah empat tahun berlalu sejak pihak berwenang setempat mengusir paksa komunitas Muslim Syiah dari tempat penampungan sementara di sebuah gelanggang olah raga di Sampang, Madura, Jawa Timur pada 20 Juni 2013. Pengusiran tersebut merupakan pengusiran paksa kedua yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari setahun. Pada Agustus 2012, kami diusir dari rumah kami sendiri di Kabupaten Sampang, setelah sebuah kelompok massa anti-Syiah menyerang kampung kami.

Selama kurun waktu 5 tahun kami menjadi pengungsi di negeri sendiri. Kami belum melihat ada upaya yang serius dari aparat negara. Pergantian rezim Susilo Bambang Yudhoyono ke Jokowi, tidak lantas menjadikan nasib kami lebih baik. Sebelumnya, Bapak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada bulan Agustus 2014, datang ke Rusun Jemundo. Beliau sempat mengatakan bahwa  ia optimis pengungsi bisa pulang, tak ada masalah yang tak bisa diselesaikan. “Saya pribadi bisa berkata saya optimis bisa menyelesaikan masalah ini. Karena ada keinginan yang kuat dari pengungsi untuk pulang. Saya justru sedih jika pengungsi pesimis untuk bisa pulang,” katanya. Walaupun tidak bisa menyelesaikan kasus ini, tapi beliau sempat berjanji akan membuat road map terkait penyelesaian kasus Syiah Sampang. Faktanya, ketika beliau kembali terpilih menjadi Menteri Agama dalam kabinet kerja, kerja, kerja, sampai detik ini, setelah 3 tahun Jokowi berkuasa belum ada upaya yang serius untuk menyelesaiakan masalah yang kami hadapi.

Di sisi lain, sekitar 81 KK atau 335 jiwa hidup di Rusun Jemundo dan semakin lama kondisinya semakin buruk. Banyak di antara kami yang bertanya-tanya, kapan kami bisa pulang ke kampung dan kembali hidup bertani seperti dulu. Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan persoalan yang kami hadapi. Namun, tak kunjung ada tindakan apapun, meski pihak pemerintah dalam hal ini Pemprov Jatim memberikan jatah hidup (Jadup) bulanan sebesar Rp709.000,- per bulan.

Bagi kami ada yang jauh lebih penting dari Jadup, yaitu tentang kepulangan kami ke kampung halaman. Kami benar-benar sudah cukup sabar menunggu di rusun, karena selama ini kami berkeyakinan bahwa pemerintah sanggup menyelesaikan masalah kami. Sekarang, kami sudah resah berada di rusun karena tidak adanya penyelesaian yang jelas. Apalagi dengan kondisi bangunan rusun yang mengkhawatirkan. Kebocoran terjadi di berbagai tempat, air merembes, dan setiap saat bangunan bisa saja rubuh. Ketenteraman dan  keselamatan kami jauh lebih penting daripada Jadup. Kami tidak mau dikubur hidup-hidup tanpa arti.

Saat ini kami juga tidak lagi punya pekerjaan tetap. Pekerjaan yang kami jalani selama ini sebagai buruh kupas kelapa dengan penghasilan yang tidak seberapa, praktis berhenti karena para juragan kelapa tak lagi mengirimnya ke rusun. Sedangkan Jadup yang biasa kami terima berhenti sejak dua bulan lalu. Padahal, tahun ini 15 anak lulus SD, 6 anak lulus SMA, dan 2 anak lulus SMP. Kami belum tahu akan melanjutkan kemana pendidikan mereka. Sampai saat ini kami juga belum mendapatan akses dan layanan kesehatan yang cukup memadai (akses BPJS).

Dari hal tersebut di atas, kami atas nama penyintas Syiah Sampang mendesak agar Presiden Jokowi segera mengeluarkan kebijakan untuk memulangkan seluruh komunitas Syiah Sampang. Selain itu kami juga mendesak agar Menteri Agama segera mengambil langkah untuk menyelesaikan konflik Syiah-Sunni Sampang dan merealisasikan ucapannya.

Jakarta, 16 Maret 2017

Tajul Muluk

Komunitas Syiah Sampang
Lima Tahun Terusir dari Kampung Sendiri Reviewed by Dandy Idwal on Maret 16, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.