Cara Orang Madura Menjaga Kekerabatan
![]() |
Mendoakan leluhur Foto: Dandy IM |
Belum terlalu malam ketika saya dan adik baru saja pulang dari tahlilannya kakek mertua dari seorang teman. Ketika motor sudah hampir memasuki halaman rumah, tetangga saya, sepasang suami istri, mencegat. Mereka bertanya, apakah saya dan adik mau ikut berziarah ke Asta Belingi?
Asta Belingi adalah tempat dimakamkannya Sunan Wirokromo. Beliau
bersama adiknya, Sunan Wirobroto, adalah orang pertama yang menginjakkan kaki
di Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura, tempat saya tinggal. Sunan
Wirobroto dimakamkan di tempat lain, yaitu Asta Nyamplong. Kedua asta tersebut memang
kerap dikunjungi oleh orang-orang. Apalagi di malam Jumat Manis seperti kala
itu, berbagai rombongan mengantri di depan makam untuk berdoa.
Rombongan dari desa saya hanya mengunjungi Asta Belingi,
karena waktu sudah terlalu malam. Kita berangkat bersama menggunakan mobil pick up yang setiap Rabu digunakan untuk
mengangkut sapi ke pasar sapi. Tetapi malam itu tak tercium bau sapi.
Sepertinya pemilik mobil telah membersihkannya. Perjalanannya mengasyikkan.
Sebab salah satu tetangga betah bercerita mulai berangkat sampai tiba di Asta
Belingi. Begitu juga saat pulang. Ia bercerita tanpa putus sampai mobil tiba kembali
di desa kami.
Sebetulnya bukan malam itu pertama kalinya saya berziarah ke
Asta Belingi. Sejak kecil dulu saya sudah sering mengunjunginya. Bahkan di
sanalah saya pertama kali menginjakkan kaki di tanah. Saya pun bisa menyatakan
bahwa semua orang di Pulau Sapudi pernah mengunjungi Asta Belingi dan
Nyamplong.
Dari pengalaman berziarah selama berkali-kali tersebut, saya
menjadi sadar betapa orang Madura sangat menjaga hubungan baik dengan leluhur.
Ziarah ke Asta Belingi bagi saya adalah bentuk penghormatan kepada leluhur
atas jasanya yang terasa sampai sekarang. Seperti cerita dari para sesepuh,
Sunan Wirokromo dan Sunan Wirobroto adalah kakak-adik yang membuka hutan di
Pulau Sapudi sehingga dapat ditempati. Itu adalah jasa yang begitu besar bagi
generasi sekarang yang dapat menikmati nyamannya Pulau Sapudi. Betapa kurang
ajarnya penduduk Sapudi yang belum pernah berziarah ke sana.
Aktivitas ziarah itu memang penuh dengan pengharapan. Saya
tidak akan mengelak dari sangkaan ini. Itu memang benar. Orang-orang yang pergi
berziarah memang berharap, dengan berziarah, hidup mereka menjadi lebih bahagia
karena mendapatkan restu dari leluhur. Saya kira orang-orang juga menyadari
itu. Namun kita sama sekali tidak mempersoalkan hal tersebut. Sebab kita juga
percaya segala sesuatunya yang mengatur tetaplah Tuhan. Ia yang menentukan
segala apa yang terjadi dan tidak terjadi. Kegiatan ziarah adalah keinginan
kita untuk mendoakan leluhur agar senantiasa bahagia di alamnya. Yang kita
harapkan, sebenarnya, adalah doa balasan leluhur pada kita agar kita dapat
menjalani kehidupan di dunia dengan bahagia juga. Kita percaya, para leluhur
yang telah meninggal tetap berinteraksi dengan kita. Mereka tetap menjalani
kehidupan bersama kita, meski di dimensi yang berbeda. Masalah doa kita dan
leluhur dikabulkan atau tidak, itu semua menjadi keputusan Tuhan.
Tentu saja karena Sunan Wirokromo dan Sunan Wirobroto kita
anggap sebagai dua manusia yang begitu baik akhlaknya, beramai-ramailah kita
mendoakan beliau. Kita percaya doa beliau lebih cepat dikabulkan oleh Allah
SWT.
Selain karena pengharapan, kita berziarah juga untuk menjaga
ikatan dengan leluhur. Ziarah membuat kita tidak lupa. Kita senantiasa ingat
bahwa ada dua leluhur yang membuat kita dapat tinggal dengan tenang saat ini.
Ikatan itu menjadi tidak putus sampai generasi-generasi yang akan datang. Kita
tetap menghormati leluhur.
Ada ritual lain yang membuat hubungan kekerabatan orang
Madura menjadi kuat, yaitu tahlilan. Tahlilan adalah doa bersama terhadap orang
yang baru saja meninggal selama 7 hari sejak kematiannya. Selama tahlilan ada
suguhan bagi orang-orang yang ikut mendoakan, seperti kue dan kopi. Khusus di
malam ketiga dan ketujuh (orang Madura menyebutnya dengan lo’ tello’ dan to’ petto’),
suguhan yang disediakan oleh tuan rumah biasanya lebih istimewa. Umumnya, tuan
rumah menyediakan nasi dan lauk berupa ayam, kambing, maupun telur. Hidangan
ini bisa disajikan langsung di tempat tahlilan atau dibungkus kantong plastik
sehingga bisa dibawa pulang. Meskipun, perlu ditekankan, hal ini bukanlah suatu
kewajiban sehingga boleh-boleh saja tuan rumah tidak menyuguhkan hidangan.
Tuan rumah tidak pernah tahu jumlah pasti tamu yang akan
datang untuk tahlilan. Tidak ada undangan untuk tamu. Tiap-tiap tamu datang
atas kesadarannya masing-masing. Tuan rumah hanya memberitahukan waktu
pelaksanaannya. Sehingga, tuan rumah harus bisa menaksir jumlah tamu yang akan
datang. Tugas ini membuat tuan rumah harus mengenal dengan baik lingkungan di
sekitarnya. Ia harus paham betul kondisi tetangga-tetangganya, siapa yang bisa
datang dan yang tidak. Bahkan ia harus paham betul jumlah kerabat jauh yang
kemungkinan besar akan datang. Sebab bila kue yang dibuat kebanyakan akan
terbuang, tapi jika nanti tidak cukup tuan rumah akan menanggung malu. Hal
tersebut membuat tuan rumah harus menjaga hubungan baik dengan tetangga dan
kerabatnya. Mereka mutlak harus saling mengenal; harus sering-sering
bersilaturahmi.
Dandy IM // tapak.in
Cara Orang Madura Menjaga Kekerabatan
Reviewed by Dandy Idwal
on
Januari 10, 2017
Rating:

Tidak ada komentar:
Komentari kalo perlu ...