Mourinho Tertawa Lagi
sumber: standard.co.uk |
Tentang keberadannya, saya tak tahu pasti. Tapi, yang jelas saya yakin dia sedang tertawa. Setan baru di Old Trafford ini bergembira, karena semakin banyak setan-setan dalam sepakbola, seperti dirinya. Tawa terakhir Mourinho, yang saya ingat, adalah kesuksesan Atletico membungkam Bayern Munich di semifinal Liga Champions 2016. Dan, tentu saja, hilangnya status dirinya sebagai seorang pengangguran.
Setidaknya ada dua hal yang bikin dia ketawa lagi. Pertama, Giroud mulai frustasi karena terus diusik oleh José Fonte. Seringkali dia kalah duel sama Fonte. Yang kedua, Girezmann memang beberapa kali mendapatkan second ball. Namun setelah itu, dia terlihat bingung menentukan arah umpan atau dribbling, karena disiplin penguasaan ruang yang sangat baik dari pemain-pemain Portugal.
Mou senyum-senyum manis karena Fernando Santos mulai menjadi setan sepakbola, yang anti-sepakbola alias negative football, mengikuti jejaknya. Walau ia juga tahu, Santos belum sesetan dirinya.
Mou memang teguh menjalani takdirnya sebagai seseorang yang anti-sepakbola, karena sepakbola sudah terlalu menjemukan. Sebuah tim dianggap bermain bagus bila banyak menguasai bola, banyak tendangan ke gawang, dan dihias dengan umpan-umpan yang menghibur. Bila tim yang seperti ini menang, aka muncul frasa “sudah sepantasnya”. Sedangkan tim yang menumpuk pemainnya di belakang – meski tak asal tumpuk – bila menang, akan dicap “tak pantas menang”, dan juga “beruntung!”. Selain menang, tim sepakbola diharuskan menjadi badut, (dianggap) menghibur, bagai pertunjukan karnaval. Lihat saja negara yang bertradisi festival macam Spanyol. Ada tuntutan agar sepakbola juga berlangsung meriah, yang di hari-hari ini mudah kita lihat di wajah Barcelona. Wajar saja bila Mou murtad dari Barcelona. Sebab dia sudah muak. Dia memilih untuk menjalani belantaranya sendiri, meski terancam sendiri, bahkan dicemooh. Hingga akhirnya ia mulai membungkam para pecandu keindahan-semu sepakbola melalui Porto – klub bola di negara asalnya.
Saya masih percaya keberuntungan adalah bagian dari sepakbola. Keberuntungan muncul melalui medium-medium yang berbeda. Bisa melalui mantra-mantra seorang dukun. Kadang-kadang juga melalui ketepatan manajer tim membaca tanda-tanda alam. Namun juga bisa muncul akibat perencanaan yang taktis.
Santos tak percaya itu, juga Mourinho. Mereka percaya kemenangan dapat diraih dengan strategi yang disusun dengan baik. Sepanjang hari, taktik yang tepat untuk sebuah tim harus terus menerus dipikirkan. Data-data tim dan lawan yang akan dihadapi perlu dikumpulkan sedetail mungkin, untuk kemudian dianalisis hingga ditemukan celahnya. Meneer Van Gaal pernah berujar, Mourinho adalah orang sangat detail dalam menghimpun informasi yang dibutuhkan tim ketika dia menjadi asistennya.
Orang boleh bilang Portugal hanya bermodal beruntung bisa meraih juara Euro 2016. Tapi yang mungkin terlupakan: butuh 7 pertandingan untuk meraih piala, dan beruntung saja menjadi tidak cukup. Ketika Santos memasukkan Quaresma saat laga kontra Kroasia di menit-menit akhir, lalu mencetak gol, apakah tidak ada perhitungan yang matang dari seorang Santos? Apakah keputusan untuk menggeser Renato Sanchez ke tengah, Nani dan Quaresma melebar, lalu memainkan Eder adalah tindakan yang asal-asalan? Enak saja. Santos berpikir keras tentang itu. Di bench, ia telihat menundukkan kepala, meletakkan tangan di dua kening, menganalisis beberapa informasi baru sejak kick-off.
Di seperempat awal pertandingan, Portugal bertahan dengan cara high block yang fleksibel. Artinya, pressing terhadap lawan tidak dilakukan sejak di area lawan. Tapi hanya ketika lawan berada di area tengah dan zona-zona yang telah ditentukan oleh pelatih. Santos menentukan jebakan pressing di beberapa tempat. Yang paling banyak berperan, tentu saja William Carvalho dan Raphael. Cara bertahan yang seperti ini bisa dilawan dengan crossing diagonal, bisa dari bek tengah ataupun bek sayap. Namun Perancis justru memakai umpan-umpan pendek, atau hanya umpan vertikal ke arah Giroud. Pantulan bola dari Giroud akhirnya mudah direbut kembali oleh pemain-pemain Portugal.
Semakin jauh pertandingan berjalan, Santos kemudian memerintahkan anak asuhnya untuk bertahan dengan sistem drop deep. Sekaligus, ia merancang pertahanan Portugal untuk fokus pada penguasaan ruang. Sistem drop deep bila dimainkan dengan hanya orientasi pada ruang, akan dieksekusi dengan menjaga agar para pemain Portugal menguasai ruang di wilayah mereka. Pemain-pemain Portugal sudah tak lagi tertarik untuk merebut bola dengan cepat. Mereka lebih suka menunggu di kandang, dan menantang lawan yang berani masuk ke wilayahnya. Dominasi dari Perancis hanya menjadi sekadar dominasi, tiada arti.
Pasukan Portugal hanya akan mengaktifkan pressing bila Perancis menyerang lewat sayap. Namun kita tahu, Cedric dan Raphael bermain gemilang. William Carvalho juga sering membantu pengamanan di daerah flank. Masuknya Kingsley Coman menggantikan Payet pun tak mengubah keadaan. Anak muda yang murtad dari Juventus lalu berguru ke Robben ini hanya bisa meliuk-liuk, tapi tak kunjung mendapat ruang. Tendangan melengkungnya yang pernah menyampahi Juventus tak bekerja pada Portugal.
Di titik ini, Mourinho semakin keras tertawa. Sedangkan Perancis, wa bil khusus Deschamp, semakin frustasi.
Kalau mau main syahdu-syahduan, bagi saya, kesuksesan Portugal meraih juara Euro 2016 bukanlah persembahan buat Ronaldo. Mesik Megabintang-yang-berhak-sombong dan kelewat ambisius-arogan ini sampai berusaha mengabaikan rasa sakit di lututnya demi terus bermain di final. Menjelang berakhirnya laga, komentator berulang-ulang menyebut nama Cristiano Ronaldo, meski ia tak bermain. Tentu kita akan selalu ingat kan, muka kejam Ronaldo yang menyuruh Raphael untuk kembali masuk kelapangan dan berhenti manja-manjaan di pinggir lapangan.
Kesuksesan Portugal ini lebih layak dipersembahkan untuk Mourinho. Ini menjadi bukti bahwa Mou tak sendiri lagi. Setan-setan yang anti-sepakbola bermunculan, menyusul dirinya yang telah lebih dulu menyusuri jalan sunyi dalam perjuangan melawan hegemoni selera sepakbola. Ia akan lebih percaya diri lagi bila akan membalas cemoohan macam “Boring Boring Chelsea” yang mungkin saja bertansformasi menjadi “Boring Boring United”.
Saya kadang-kadang sempat berpikir jalan yang dilalui Mou ini serupa utopia. Sebab penyakit yang membuat orang-orang berpandangan sempit tentang keindahan sepakbola sudah sedemikian kronis. Karena mereka akan sulit menyadari bahwa, untuk menentukan langkah yang harus dilakukan striker saja, ada beribu cara. Tumpukan cara yang mungkin sebagiannya masih misteri inilah salah satu keindahan sepakbola.
Akan tetapi, ketika berpikiran tentang utopia, saya juga teringat ucapan Fernando Birri: “Utopia berada di horizon dan saya tidak akan pernah mencapainya. Karena, jika saya berjalan 10 langkah mendekati horizon, maka ia akan menjauh 10 langkah. Dan jika saya mendekat 20 langkah, saya akan 20 langkah lebih jauh dari horizon. Alasan kita percaya pada utopia, karena ia membuat kita melangkah.”
Saya percaya, Mourinho akan terus melangkah.
+Dandy Idwal Muad // Tapak.in
Mourinho Tertawa Lagi
Reviewed by Dandy Idwal
on
Juli 11, 2016
Rating:
Tidak ada komentar:
Komentari kalo perlu ...