random

Melepaskan Diri dari Paksaan Wacana

Sumber: Flickr

Beberapa bulan terakhir kita dikepung oleh sesuatu yang menyedot banyak energi. Sesuatu itu punya beberapa kata kunci yang membuat kita ditarik luar biasa untuk ikut memikirkannya: intoleransi, keberagaman, penistaan, kebhinnekaan, radikal, dll. Kata-kata itu muncul dengan sangat intens di dunia maya. Susah sekali untuk menghindar dari deretan kata-kata itu di linimasa. Apalagi ketika teman-teman kita juga sudah mulai membagikannya.

Mungkin kejenuhan itulah yang membuat saya berusaha lebih memerhatikan topik-topik berbeda yang dibagikan beberapa teman di dunia maya. Sampai suatu ketika salah satu awak BPPM (Badan Pers dan Penerbitan Mahasiswa) Mahkamah UGM membagikan poster acara diskusi yang bertema “Legalisasi Transportasi Roda Dua Berbasis Aplikasi”. Temanya berhubungan dengan jurusan saya.

Hal yang paling menjengkelkan ketika sudah menjalani kuliah adalah kita mulai tertarik dengan bahasan-bahasan yang tidak berhubungan dengan fokus keilmuan kita. Lebih menjengkelkan lagi ketika bahasan-bahasan itu semakin menjadi lebih menarik – dan menyita waktu kita – daripada menghadiri perkuliahan. Mungkin di sore itu, saya ingin sedikit kembali ke jalur awal. Saya menghadiri diskusi itu yang digelar di Gedung V Fakultas Hukum.

Awalnya terlihat mengecewakan. Yang hadir sedikit. Saya tidak tahu apakah panitia kurang mempublikasikan acaranya atau ada faktor-faktor lain. Tetapi saya lebih curiga bahasan ini kurang ‘seksi’. Hari ini orang lebih suka ngomongin LGBT, feminisme, radikalisme agama, rasisme, dan bahasan-bahasan lain yang baunya mirip. Tentu tidak ada salahnya membahas hal-hal itu. Setiap orang bebas berpikir apapun. Tetapi hari ini kita dihadapkan oleh pertarungan wacana. Barang siapa yang menguasai pengaturan wacana publik ia punya peluang besar untuk berkuasa. Tidak ada yang tahu kan kalau di kemudian hari Harry Tanoe jadi presiden karena terus-terusan membombardir kita dengan wacananya?

Setiap media punya wacananya sendiri-sendiri. Bahkan setiap orang punya wacana juga. Apalagi sekarang sebagian besar orang pengin terkenal di dunia maya. Tidak mau ketinggalan mengomentari kasus-kasus ‘seksi’. Secepat-cepatnya. Dulu-duluan. Tak jarang malah mengeksploitasi orang-orang yang terdampak tanpa rasa empati. Paling sering memang berpihak, bahkan dengan bumbu provokatif. Karena dengan begitulah postingan cepat fenomenal.

Namun, kita boleh mengelak kok. Kita tidak harus selalu menyatakan setuju atau tidak dengan LGBT, mendukung feminisme atau tidak, dan ikut mencurigai teman-teman kita yang aktif di masjid atau tidak. Kita boleh-boleh saja memilih untuk tidak ikut-ikutan membahas itu. Memangnya apa hak mereka untuk memaksa kita ikut berpartisipasi dalam kemelut per-bacot-an mereka?

Kita berhak mengatur arah kehidupan kita. Kita berhak mengelak dari algoritma medsos yang semakin mengarahkan kita pada kehidupan yang satu dimensi saja. Meskipun itu susahnya sungguh luar biasa.

Sebab yang di medsos tak selalu – bahkan sering tidak – berkolerasi dengan kenyataan di lapangan. Apakah tingkat intoleransi di Indonesia memang sudah benar-benar mengkhawatirkan? Apakah mayoritas orang-orang LGBT rela kondisinya jadi bahasan publik? Apakah sentimen agama dan ras benar-benar menjangkiti orang-orang di sekitar kita?

Lama-lama saya semakin jengkel dengan orang-orang kuliahan. Jengkel banget. Termasuk jengkel dengan diri sendiri. Kenapa sih kita, orang-orang kuliah, tidak mengakui saja bahwa sebagian besar kita adalah kaum menengah yang sok tahu, merasa serba tahu, padahal cuma tahu sedikit-sedikit, sepotong-sepotong, atau bahkan sama sekali tidak tahu, alias ngehe? Kenapa tidak mengaku secara jujur saja bahwa kita-kita ini adalah pencuri ilmu pengetahuan yang berkembang di masyarakat, merampasnya, membuatnya semakin rumit, lalu memaksakan untuk diterapkan di masyarakat?

Entahlah. Tetapi Anda harus paham juga bahwa tulisan ini juga wacana saya.

Dandy IM // tapak.in
Melepaskan Diri dari Paksaan Wacana Reviewed by Dandy Idwal on Mei 19, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.