Sembarangan Memakai Imbuhan
![]() |
Foto: apartmentguide.com |
Suatu malam saya
membaca jurnal berjudul “Analisis Sistem Jaringan Transportasi di UGM”. Pada
bagian Abstract, isinya begitu
menggugah. Saya seakan menemukan titik cerah dari sekelumit kegelisahan dari
keadaan tranportasi di lingkungan UGM, juga masalah parkirnya. Tetapi kemudian,
di bagian Metodologi Penelitian, saya menemukan kalimat: persepsi terhadap
kebijakan UGM menutup beberapa pintu gerbang akses (pagarisasi). Pagarisasi?
Sebentar. Kuping saya terasa aneh saat mendengarnya.
Di lain waktu,
pengelola buletin “Apa Kabar Vokasi”, mengirim buletinnya yang Edisi 1 versi
digital ke saya. Di salah satu artikelnya terdapat judul: Departemenisasi dalam
Sudut Pandang Sinergi”. Departemenisasi? Tunggu dulu. Dahi saya agak mengernyit
saat membacanya waktu itu.
Kata “departemenisasi” menjadi sering muncul
di Sekolah Vokasi (SV) saat rencana pembentukan departemen mengemuka. Awalnya,
kata itu sering diucapkan oleh kalangan pengelola SV. Kata itu kemudian menjadi
tenar setelah mahasiswa mendapat sosialisasi pembentukan departemen. Hingga
akhirnya, “departemenisasi” secara luas digunakan. Penjalaran sebuah kata,
apalagi simbol topik utama, sangat mudah bukan?
Contoh lain:
hilirisasi. Kata ini sangat mudah kita temui dalam bidang ekonomi,
terutama di masa-masa kini. Sebab “hilirisasi” sudah terlanjur banyak
pemakainya, kemudian dianggap biasa saja, tidak ada yang aneh, lalu disepakati,
sehingga menjadi sebuah kebiasaan yang wajar. Kata ini digunakan secara luas
oleh akademisi, juga praktisi. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
mengunggah artikel berjudul “Hilirisasi Industri Tambang Pantang Mundur”.
Maksudnya, pemerintah ingin mengurangi ekspor sumberdaya alam secara mentah.
Mereka ingin bahan-bahan itu diolah terlebih dahulu agar nilainya semakin
bertambah. Akan tetapi, sebentar, “hilirisasi”? Mengapa tidak sekalian dibentuk
kata “huluisasi”?
Pagarisasi,
departemenisasi, hilirisasi, mempunyai kesamaan di penghujungnya. Ketiga kata
itu mempunyai akhiran “sasi”. Imbuhan ini berasal dari bahasa Inggris, tion, yang diserap. Fungsi dari imbuhan
ini adalah mengubah kata kerja menjadi kata benda. Contohnya, kata association diserap menjadi kata
“asosiasi”. Kata ini berasal dari kata kerja to associate.
Masalahnya,
penggunaan imbuhan ini tidak bisa sembarangan. Karena, apabila kita ingin
menyerap bahasa Inggris menjadi bahasa Indonesia, harus dilakukan secara utuh,
tidak bisa sepotong-sepotong. “Pagar” tentu saja adalah bahasa Indonesia.
Menempelkan kata “sasi” ke kata “pagar” adalah sebuah pemerkosaan kata. Apakah
kita masih tidak puas setelah memperkosa sesama, binatang, tumbuhan, bebatuan,
air, udara, hingga kita juga doyan memperkosa kata?
Bahasa
mencerminkan pola pikir, juga proses sosial. Itu memang hanya bisa dipahami
oleh orang-orang yang sadar bahwa kalimat juga punya nada. Kalimat tidak hanya
berhenti di bibir. Ia juga merasuk ke dalam gendang kuping. Kalimat yang kuat,
bahkan bisa menggetarkan isi jantung. Itulah, salah satunya, kekuatan puisi.
Kecenderungan ini
bisa dilihat sebagai perwujudan pola pikir, juga hasrat, untuk sering
menggunakan bahasa Inggris dalam perbincangan sehari-hari, bahkan dalam
publikasi akademik yang berbahasa Indonesia. Mungkin karena mulai jengah,
setelah sering disindir sebagai kaum-kaum yang keminggris, akhirnya kembali memaksa diri untuk memakai bahasa
Indonesia meski terlupa pada imbuhannya.
Media zaman
sekarang, yang tiap detik memuntahkan data dan kata-kata, cepat sekali
menyebarkan kata ngawur seperti itu. Ia siap merasuki relung-relung pikiran
kita, bila kita tidak konsisten menyeleksinya. Karena efeknya merambat cepat,
berlipat ganda, bagai riak air.
Agar mudah
menyaring kata-kata yang ngawur, salah satunya, sering-sering membaca buku. Biar saja saran ini dianggap klise. Sebab bukulah yang masih setia memberitahu kita kalimat-kalimat yang menyegarkan, meski
tak kita sadari. Ia setia bercerita dari halaman ke halaman. Masalahnya, saat
ini, wajah kita lebih sering menatap buku atau chat di gadget?
*Tulisan ini pernah dimuat di Bulaksumur Pos Edisi Paramater 2016.
Dandy Idwal M // tapak.in
Sembarangan Memakai Imbuhan
Reviewed by Dandy Idwal
on
September 24, 2016
Rating:

Tidak ada komentar:
Komentari kalo perlu ...