random

Pelatihan Mahasiswa Baru: Pengenalan Kampus, Transformasi Mental, dan Mengapa Beda Persepsi?

Foto: Devi Aprilia Chaniago
Raut kecewa Ananto Prabowo, biasa dipanggil Anan, tidak bisa ditutupi ketika ia menjelaskan duduk perkara permasalahan Pelatihan Pembelajaran Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) Palapa UGM yang justru muncul ke permukaan di awal-awal persiapannya. Anan, yang merupakan salah satu Steering Committee (SC) yang sudah dibentuk berdasarkan UU Senat KM UGM menegaskan bahwa pada prinsipnya, PPSMB merupakan sebuah gerbang bagi siswa untuk menjadi mahasiswa. “Kita semua perlu tahu bahwa mahasiswa merupakan proses transformasi yang bukan sekadar ‘naik kelas’, ada perilaku yang juga harus disesuaikan,” tambahnya. Namun, Anan tetap mendoakan untuk kelancaran PPSMB tahun ini.

Hari Sabtu (6/8) yang lalu, lapangan Grha Sabha Pramana (GSP) diramaikan oleh berbagai kalangan. Jam di tangan kiri saya sudah menunjukkan pukul 14.00. Sesuai dengan kabar yang saya dengar dari seorang teman, bahwa upacara penutupan PPSMB Palapa akan dimulai di waktu tersebut. Setelah sempat dibuat waswas karena langit mendadak gelap, namun pukul 14.30 prosesi pun dimulai. 

Mengejutkan. Suguhan yang diberikan seluruh elemen panitia penyelenggara tanpa diduga bisa membuat seluruh audiens, termasuk saya, yang awalnya hanya duduk menyaksikan dari tribun GSP sontak berdiri takjub. Saya mendengar pujian dan tepuk tangan dari tempat saya berdiri sepanjang anthem PPSMB Palapa berkumandang. Formasi anyar dan empat formasi sebelumnya dilibas dalam satu selebrasi penutupan PPSMB Palapa tahun 2016. Siapa yang bisa melupakan momen emosional macam itu dalam waktu singkat? Bagi yang hanya menyaksikan saja sepertinya sulit, apalagi bagi yang berpartisipasi.

“Sampai jumpa di PPSMB Palapa tahun 2017!”

Kalimat tersebut menjadi kalimat terakhir yang diucapkan kedua pembawa acara pada sore itu. Ketika mengingat bahwa akan ada PPSMB Palapa tahun 2017, agak dosa rasanya jika melupakan peliknya persiapan di tahun ini. Meski pada akhirnya menuai banyak pujian.

Foto: Devi Aprilia Chaniago

Untuk mengingatkan kembali, pada bulan April 2016, ketika Senat Mahasiswa (SM) KM UGM mengesahkan Panitia Pengarah PPSMB atau yang lebih sering disebut sebagai Steering Committee (SC), ada sahutan yang kontradiktif beberapa hari kemudian dari Direktorat Kemahasiswaan UGM. Melalui sosialisasi surat edaran nomor 1184/UN1-P1/KM/DIT-KMS/2016, dipaparkan bahwa akan dibentuk Tim Koordinator Teknis Mahasiswa (TKTM). Fathin Naufal selaku Menteri Pengembangan Kreasi & Potensi Mahasiswa BEM KM UGM yang juga merupakan rekan Anan, menyatakan bahwa hal tersebut sungguh mengejutkan jika melihat peran BEM KM UGM pada tahun 2011 di kegiatan yang sama hingga PPSMB pertama yang terselenggara di tahun 2012. 

Naufal sama sekali tidak menyangka bahkan ketika pihaknya diberi kabar oleh Direktorat Kemahasiswaan soal peraturan tersebut, Undang-Undang KM UGM yang menetapkan Panitia Pengarah PPSMB sudah dibuat, dipertimbangkan berkali-kali, hingga akhirnya diresmikan oleh perwakilan 19 fakultas ditambah BEM dan Senat Mahasiswa atau biasa disebut dengan Keluarga Mahasiswa UGM (KM UGM). Sebagai inisator PPSMB, Naufal menyayangkan tindakan rektorat yang tidak melakukan diskusi terlebih dahulu dengan mahasiswa dalam rangka pembuatan keputusan mengenai TKTM. “Dengan begini ada bagian-bagian peran kami yang jadi hilang, padahal dari awal kita sudah punya undang-undang,” keluhnya. Sosialisasi yang dilakukan rektorat mengenai konsep TKTM sebagai inovasi yang mereka usung di PPSMB tahun ini pun bukanlah berbentuk meminta pertimbangan melainkan langsung sebuah pemberitahuan bahwa mahasiswa langsung masuk ke TKTM.

Dr. Drs. Senawi, M.P, selaku Direktur Kemahasiswaan UGM, sempat memberi penjelasan ketika ditemui secara terpisah di ruang kerjanya. Menurutnya, tidak ada penghapusan SC. Pihak universitas hanya mengganti istilahnya saja namun dalam konteks yang tetap sama bagi mahasiswa, mereka akan tetap mengonsep. Kriteria dalam penjaringan panitia PPSMB Palapa menurut Senawi juga penting untuk ditegakkan guna menciptakan suatu role model bagi mahasiswa UGM. “Kesan pertama itu kan juga penting tho? Nah makanya nanti kalau yang menerima (menyambut) mahasiswa baru itu mahasiswa yang role model dengan kebudayaan yang bagus kan jadi lebih baik,” jelas Senawi. Namun bagi Anan konsep bukanlah hanya konsep konfigurasi. Baginya, kriteria itu juga termasuk konsep, karena dari kriteria tersebut akan terlihat panitia seperti apa yang akan terbentuk. Selain itu, proses pemilihan TKTM yang sebagian besar dipilih melalui proses close recruitment juga dianggap mengesampingkan nilai demokrasi.

Peran BEM KM Terkait PPSMB

Naufal sempat mengajak saya berbincang soal awal kegiatan PPSMB ini bahkan sebelum namanya PPSMB. Terhitung sejak tahun 2008, kegiatan orientasi mahasiswa baru tingkat universitas sempat ditiadakan. Saat itu wacana nomenklatur PPSMB tengah santer terdengar, namun pada kenyataannya hingga dua tahun berselang pihak kampus gagal menyelenggarakannya. Pada tahun 2010 barulah diadakan kegiatan semacam ospek dengan titel Forum Mahasiswa Muda Gadjah Mada (FM2GM). Kegiatan ini bersifat terbatas, ada proses pendaftaran dilanjutkan dengan proses seleksi. Jadi, tidak semua mahasiswa bisa ikut FM2GM. Hal ini semata-mata dilakukan untuk mengadakan kegiatan yang dirasa cukup penting bagi mahasiswa baru, namun pihak kampus tak kunjung menggelarnya. 

Barulah pada tahun 2012 BEM KM berhasil nembusi ke rektorat untuk mengadakan PPSMB tingkat universitas. “Tapi saya merasa kok semakin kesini peran BEM semakin lain, tidak seperti di awal. Mahasiswa yang dari awal menginisiasi, tapi lama-lama perannya direduksi,” keluh Naufal. Bahkan ketika mensosialisasikan TKTM, rektorat juga sudah menentukan kriteria mahasiswa yang bisa berkontribusi di kepanitiaan PPSMB palapa, seperti adanya batas indeks prestasi yang di tahun sebelumnya tidak ada ketika penjaringan panitia PPSMB masih menjadi kewenangan SC.

Undang-Undang Keluarga Mahasiswa UGM Nomor 1 Tahun 2016 mengenai PPSMB yang telah disetujui oleh ketua BEM KM UGM dan disaksikan langsung oleh seluruh lembaga mahasiswa tingkat fakultas pun terpaksa ditarik dan legitimasinya menjadi tidak jelas pasca-beredarnya surat pemberitahuan tentang TKTM dari rektorat. Aldia Rakanza, ketua Senat KM UGM tak menampik bahwa memang terdapat kelemahan terkait UU yang telah dibuat oleh Senat KM UGM di mata rektorat. Namun Alan (sapaan akrab Aldia Rakanza) tetap mempertanyakan legitimasi peran BEM serta Senat yang menyangkut prinsip student government yang ada di UGM. “Jika memang student government berjalan sesuai prinsipnya, harusnya kita juga punya dong wewenang untuk membentuk panitia,” keluh Alan. Tapi Senawi membantah dengan mengatakan bahwa isu semacam tersebut sudah menjadi isu nasional. “Wong sekarang jelas-jelas sudah ada Permendikti, sekarang sudah ada UU pendidikan, jadi jangan mengacu sama UU lainnya, patokannya UU pendidikan aja!” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Alan sangat kecewa dan sempat berpikir bahkan lebih baik student government yang ada di UGM dibubarkan saja. Menurutnya, mahasiswa sudah tidak ada peran sama sekali di setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh UGM. Alan tak menampik bahwa memang masih banyak kegiatan yang di-handle oleh mahasiswa namun dirinya menegaskan bahwa ia tak mau jika dianggap hanya sebatas event organizer (EO). “Katakanlah PPSMB ini konsep gedenya dari rektorat, kita tidak mempermasalahkan itu kok. Yg kita permasalahkan adalah, kita juga punya dong wewenang untuk membentuk panitianya dan lain-lain. Karena sekali lagi harus diingat, Ini student government lho,” tambahnya.

Menghilangkan Kesan Ospek dengan Cara Masing-Masing

Naufal menyadari bahwa dari tahun ke tahun, PPSMB di UGM memang selalu menuju ke arah yang lebih positif baik dalam citra maupun realitanya. Kesan ospek yang selalu identik dengan perploncoan memang selalu menjadi momok bagi mahasiswa baru yang di sebagian besar universitas atau sekolah tinggi lainnya masih sering terjadi. Bahkan dua tahun lalu sempat beredar rekaman video amatir peserta ospek di salah satu universitas yang menjadi viral karena menunjukkan hal-hal yang tidak patut dilakukan senior kepada juniornya.


Foto: Devi Aprilia Chaniago


Sejak tahun 2012 hingga terakhir tahun 2015, saat PPSMB masih melibatkan peran KM UGM baik secara legal maupun formal, PPSMB di UGM selalu penuh puji-pujian. Pun hingga PPSMB tahun 2016 ini, tidak ada tindak kekerasan ataupun perploncoan senior kepada junior. Materi yang disampaikan pun penuh dengan pengembangan karakter yang berguna bagi mahasiswa baru untuk menghadapi dunia perkuliahan, hingga selebrasi penyambutan yang selalu meriah ketika penutupan acara.

“Pihak kampus selalu menyampaikan kepada kami ingin PPSMB yang lebih baik. Mereka ingin menghilangkan image ospek. PPSMB ini bukan sarana perploncoan dan lain-lain, mereka selalu mengatakan ingin PPSMB yang lebih baik,” jelas Naufal. Pernyataan tersebut pun sebenarnya sangat selaras dengan visi yang diusung KM UGM. Tapi Naufal juga tidak mengerti mengapa kepercayaan rektorat ke panitia itu tidak pernah seratus persen. “Mereka selalu mengatakan percaya pada kami di akhir ketika kegiatannya telah sukses terselenggara. Tapi ketika mereka puas di akhir, tahun depan ya ngga percaya lagi,” tutur Naufal. Perbedaan pendapat seperti ini sungguh disayangkan karena tentu menimbulkan opini publik yang beragam. Naufal mengakui bahwa sebenarnya pihaknya dengan rektorat memiliki visi yang sejalan. Hanya saja, dalam penyampaiannya tidak seagama.

+Elvan Susilo // Tapak.in

Pelatihan Mahasiswa Baru: Pengenalan Kampus, Transformasi Mental, dan Mengapa Beda Persepsi? Reviewed by Elvan Susilo on Agustus 14, 2016 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Komentari kalo perlu ...

© 2016 - 2017 Tapak | Mencatat Jejak All Rights Reserved.
Diberdayakan Blogger. Didesain oleh Junion dari Jejak Creativate

Kontak Redaksi

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.